Jabalah bin Al-Ayham adalah seorang raja Ghasaan yang termasuk dari salah satu kerajaan-kerajaan Arab pada saat itu. Tatkala dia hendak masuk Islam dia mengirim utusan pada amirul Mukminin Umar bin Khathab radhiyallahu 'anhu yang pada intinya Jabalah meminta izin untuk datang ke Madinah demi menyatakan keislamannya, kabar tersebut tentu membuat Umar bin Khathab dan kaum Muslimin merasa senang.
Tibalah saatnya Jabalah beserta 500 pasukan berkudanya berangkat menuju Madinah. Tatkala Jabalah dan pasukannya sudah tiba di dekat Madinah mereka mengenakan pakaian yang dihiasi emas dan perak, pun demikian dengan kuda-kudanya yang penuh hiasan emas dan perak.Jabalah sendiri mengenakan makhkota dan perhiasan-perhiasan permata yang tidak ada bandingnya. Ketika rombongan tersebut memasuki Madinah seluruh penduduk Madinah keluar untuk menyaksikan rombongan Jabalah bahkan hingga para wanita dan anak-anak, kaum Muslimin merasa senang dengan kedatangan dan keislaman Jabalah beserta rombongannya.
Masih di tahun yang sama Jabalah beserta kaum Muslimin pergi ke Mekah. Ketika Jabalah sedang thawaf berkeliling Ka'bah salah seorang kaum Muslimin yang fakir menginjak pakaian Jabalah, dia pun marah dan menampar wajah penginjak pakaiannya. Mengetahui ada keributan Umar bin Khathab radhiyallahu 'anhu pun marah dan mendatangi Jabalah bin Al-Ayham dan berkata: "Apa yang membuatmu marah sehingga engkau menampar saudaramu ini dan mematahkan tulang hidungnya?" Jabalah pun menjawab: "Sungguh dia telah menginjak pakaianku hingga hampir terlepas, kalau bukan demi menjaga kehormatan Ka'bah niscaya sudah ku potong lehernya dengan pedang!".
Maka Umar pun menimpalinya: "Mohon maaflah kepadanya wahai Jabalah! atau aku akan mempersilahkan orang itu untuk mengqishashmu(menamparmu sebagaimana engkau menamparnya)!". "Tapi saya adalah seorang raja sedangkan dia hanya rakyat biasa!", maka berkatalah Umar bin Khathab radhiyallahu 'anhu: "wahai Jabalah, sesungguhnya engkau dan dia telah dipersatukan oleh Islam, dan engkau sama sekali tidak lebih baik dari pada dia kecuali karena kesejahteraanmu saja", "Demi Allah aku mengharap dengan keislamanku aku menjadi lebih terhormat dibandingkan di masa jahiliyahku" ujar Jabalah.
Umar berkata: "Jauhkanlah perasaan yang seperti itu wahai Jabalah!". "Kalau begitu aku akan menjadi seorang nashrani saja" kata Jabalah. "Kalau engkau menjadi seorang nashrani setelah keislamanmu maka akan ku penggal lehermu!(hukum bagi seorang yang murtad adalah dibunuh)"
Maka berkumpullah kaum Jabalah dan kaum Muslimin hingga hampir-hampir terjadi pertumpahan darah.
Mengetahui hal itu Jabalah pun meminta penangguhan keputusan hingga esok hari, Umar pun mengatakan: "engkau mendapatkan penangguhan tersebut". Ternyata di malam harinya, jabalah dan beberapa orang dari kaumnya justru kabur ke Konstaninopel dan menjadi seorang nashrani.
Beberapa pelajaran yang bisa diambil diantaranya;
- Di hadapan hukum, maka Islam sama sekali tidak membeda-bedakan status seseorang.
- Kebaikan yang berangkat dari niatan yang kurang baik bisa berakibat fatal bagi pelakunya.
- Bagaimana kesabaran yang seharusnya bisa membuahkan kebaikan bagi Jabalah, ternyata dia tinggalkan sehingga menyebabkan kerugian dunia akherat Jabalah, na'udzubillah.
0 Response to "Keadilan Dalam Islam"
Post a Comment